Tato Punggung

"Liat nih, Rin."
"Apa tuh, Zak?"
"Sebentar, aku lepas jaket dulu."
"Yang paling bener sih kamu matiin rokok dulu terus masuk ruang tengah."

Arinda masuk ke dalam rumah. Zakari masih menikmati hisapan batang rokok terakhirnya. Lima menit kemudian, dia mematikan rokok lalu mengucap salam. Belum sempat Arinda menjawab, Zakari masuk ke ruang tengah.

"Tuh, Rin. Liat sini. Keren nggak?" Zakari dengan semangat melepas jaket lalu menanggalkan kemeja hitam andalan yang biasa dia pakai.

"Eh, Gila! Sepunggung-punggung lu tato, Zak?!"

"Iya. Keren kan?"

"Apa nggak sakit itu punggung selebar itu ditusuk-tusuk jarum?"

"Tenang, ini temporary kok, Rin."

"Serius? Gue boleh pegang nggak, Zak?"

"Boleh dong, Rin."

Bermula dari Tatto di Punggung, kemudian sentuhan telapak tangan Arinda di punggung Zakari. Lepas sentuhan itu mendarat, tangan Zakari lihai menarik lengan Arinda ke suatu titik kunci di tubuhnya. Lepas sudah pertahanan Arinda. Mereka bercinta sekali lagi setelah sepakat untuk kembali berteman yang sehat.

Siang itu, cuaca terik. Selesai memadu kasih di kamar kedua, Zakari kembali ke ruang tengah.

"Rin, gue laper nih. Masakin mie goreng spesial racikan lu dong. Kayak biasa ya, jangan lupa pake sayur." ucap Zakari memberi komando.

"Okeee, Zak. Gue bebersih dulu ya ke toilet. Abis itu gue masak deh."

Tidak memakan banyak waktu. Arinda keluar dari dapur menuju ruang tengah membawa semangkuk mie goreng racikan spesialnya untuk Zakari. Iya, hanya semangkuk. Arinda selalu kenyang setiap selesai disayang Zakari. Nah, sebaliknya, lepas bercinta Zakari selalu kelaparan.

"Rin, si Raditha blokir nomer gue semalem."
"Hah, kok bisa?"
"Iya, nih lu liat chatnya. Dia marah habis gue tunjukin foto tato gue di punggung."
"Cewek mana yang ngga ilfeel liat cowok pamer sisi rapuhnya, Zak."
"Anjing, jangan ngomong gitu dong, Rin."

Arinda langsung diam. Sibuk melihat Zakari yang menikmati semangkuk mie goreng dengan lahap. Seperti biasa, Zakari hanya fokus pada mie goreng favoritnya. Dia tidak peduli kemana sorot mata Arinda pergi.

Pulang.

Ya, Zakari langsung pamit pulang sore itu. Ga enak dilihat tetangga. Sesuai pesan Arinda, tiap jam 17.30, selesai atau tidaknya urusan Zakari ketika bertamu, dia harus pamit ketika alarm di ponsel Arinda berbunyi.
___
Ah, tato di punggung.
Perempuan yang kau cinta mungkin ngga suka, Zak.
Bagiku, tato di punggung mu waktu itu keren banget, Zak.
Kayak Yakuza di dunia nyata.
Menyala Zakariku ❤️‍🔥

Comments